Apa hukum orang yang bertanya tentang daging yang diperoleh dari pasar Halab dan Damaskus yang didiami oleh ahlus sunnah, tetapi banyak tersebar kemurtadan. Apakah kita menahan diri dari makan daging sampai kita mengetahui secara yakin orang yang menyembelih atau dibangun di atas dasar bahwa ini termasuk negeri Islam dan bukan wilayah kekuasaan Islam yaitu banyak kaum muslimin yang mendiaminya? Apa pendapat Anda?
Bagaimana pendapat para ulama yang disertai dalil-dalil?
Berdasarkan apa yang saya dengar dari Syaikh Sulaiman Al-’Ulwan ketika ditanya tentang masalah ini, beliau menjawab: Ini bukan termasuk masalah din, wallahu a’lam.
Berilah kami fatwa dengan menjelaskan dalil-dalilnya.
Penanya: Koresponden Al-Mimbar
Jawab:
Segala puji bagi Allah, Robb seluruh alam. Sholawat dan salam semoga tercurah pada nabi yang mulia, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Ketika kaum muslimin adalah mayoritas penduduk suatu negeri dan orang-orang kafir minoritas, maka dihukumi negeri ini dengan keislamannya dan dimakan sembelihannya tanpa bertanya siapa yang menyembelih karena minoritas tidak ada hukum baginya. Karena sembelihan syar’i berdasarkan mayoritas, maka boleh memakan sembelihan tanpa bertanya, berdasarkan hukum asal.
Dalil tentang masalah itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dalam shohihnya:
Bahwa suatu kaum datang kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam lalu mereka berkata: Sesungguhnya suatu kaum datang kepada kami dengan membawa daging yang kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah ketika menyembelihnya atau tidak? Maka beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَمُوا اللهَ عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوْا
Sebutlah nama Allah atasnya dan makanlah kalian!
Para ulama berkata: Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa perbuatan dibawa pada keadaan sah sampai ada dalil akan fasadnya (kerusakannya).
Adapun ketika penyandaran pada orang-orang kafir itu besar nilainya, mendekati 1/3 atau kurang lebih maka menjadi negeri yang terkumpul antara kaum muslimin dan orang-orang kafir. Ketika itu harus mengambil kehati-hatian yang menjamin seorang muslim tidak makan dari sembelihan orang-orang kafir.
Jika mayoritas di suatu negeri adalah tidak ada sembelihan syar’i atau mencapai jumlah yang menuntut keraguan akan kesahannya maka wajib menahan diri dari memakan sampai bisa dipastikan adanya sembelihan syar’i dan terpenuhi syarat-syaratnya.
Para ulama bersepakat bahwa daging tidak halal kecuali dengan disembelih. Apabila terdapat keraguan akan syar’i tidaknya penyembelihan maka daging tetap pada hukum asal haram sampai diyakini kehalalannya. Seperti binatang buruan yang diragukan sebab kematiannya maka haram memakannya sebelum dipastikan penyembelihannya, berdasarkan hadits ‘Adi bin Hatim rodhiallahu ‘anhu, berkata: Aku bertanya kepada Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam: … Aku melepas anjingku, lalu aku dapati ada anjing lain bersamanya. Beliau bersabda: Janganlah engkau makan karena engkau hanya mengucapkan basmalah ketika melepas anjingmu dan engkau tidak mengucapkan basmalah pada anjing yang lain. (HR. Bukhori)
Ibnul Qoyyim berkata: Ketika hukum asal dalam sembelihan adalah haram dan dia ragu apakah didapati syarat yang menghalalkannya atau tidak maka binatang buruan itu tetap pada hukum asalnya yaitu haram. (I’lamul Muwaqqi’in 1/340)
Ibnu Qudamah berkata: Jika tercampur saudara perempuannya dengan perempuan ajnabiyah (asing/bukan mahrom) atau bangkai dengan sembelihan, maka kami haramkan bangkai dengan sebab kematiannya dan yang lain dengan sebab kesamarannya. Kaum berkata: Hewan sembelihan adalah halal, tetapi wajib menahan diri darinya. (Roudhotun Nazhir)
Ibnu Qudamah berkata juga: Kehalalan itu terhenti di atas syarat sembelihan orang yang layak menyembelih atau hewan buruannya yang tercapai sembelihan dengannya. (Al-Mughni 21/305)
Karena ini kami mengatakan: Apabila negeri itu tercampur di dalamnya kaum muslimin dan orang-orang kafir, kaum muslimin tidak sampai mayoritas maka selayaknya bagi seorang muslim untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menyembelih di negeri itu. Jika mayoritas mereka adalah kaum muslimin maka dimakan dagingnya tanpa bertanya. Jika mayoritas mereka adalah orang-orang kafir maka menahan diri dari memakan darinya karena pengambilan dasar hukum berdasarkan mayoritas, minoritas tidak ada hukum baginya sebagaimana telah kami jelaskan.
Memungkinkan juga untuk disandarkan pada pembagian negeri dimana dibedakan daerah dan suku yang ditinggali oleh kaum muslimin, lalu dia membeli daging darinya, bukan yang lain.
Wallahu a’lam.
Segala puji bagi Allah, Robb seluruh alam.
Dijawab oleh anggota Al-Lajnah Asy-Syar’iyah:
Syaikh Abul Mundzir Asy-Syinqithi hafizhohullah
Diterjemahkan oleh: Abu Hamzah hafizhohullah
Kamis, 17 Rojab 1433 H