Pair of Vintage Old School Fru
TASQUDS
Islamic Mobile Site
Blog

Sebuah Realita yang Pahit

Tas, 21 April 2012

SUNGGUH TELAH TIBA SAATNYA BAGI PEMUDA MUSLIM UNTUK MELEPASKAN DIRI DARI NAMA-NAMA YANG NYARING LAGI KOSONG ITU, YANG TERUS MENERUS DALAM KEMUNAFIKAN [ MENJILAT ] PARA THOGHUT SAMPAI HINA KEDUDUKANNYA SERTA MENJADI CEMOOHAN DI LISAN KAWAN MAUPUN LAWAN.

Dan telah tiba saatnya bagi pemuda Muslim, ia berkumpul di sekitar ‘Ulama ‘Amilin yang jujur, yang menderita dan mendapat cobaan di jalan Agama mereka yang di sifati Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabarDan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” [QS. As-Sajdah: 24]

Dan telah tiba saatnya bagi pemuda ini untuk keluar dari lobang yang dia hidup di dalamnya, dan untuk sadar bahwa peperangan antara Islam dengan kekafiran, antara Al-Haq dan Al-Bathil, adalah peperangan yang pasti serta tidak bisa lari darinya. Dan sesungguhnya bila ia tidak siap dan tidak mempersiapkan persiapannya untuk peperangan itu, maka ia akan menjadi korban pertama.

IBNU BAZ
ANTARA HAKIKAT DENGAN PRADUGA


Saya mendengarkan bersama jutaan anak-anak umat Islam dari siaran-siaran berita. Mereka menyiarkan lewat udara fatwa-fatwa ‘Abdul ‘Aziz Ibnu Baz, dia mengajak kaum Muslimin untuk sholat di Al-Masjid Al-Aqsho sedangkan ia juga membolehkan berniaga dan berinteraksi dengan israel.

Kemudian saya mendengar jawaban perdana menteri israel Yizaq Rabin terhadap Ibnu Baz seraya menyambut dan mengucapkan selamat kepada sang Fadhilatul Mufti.

Dan saya tidak merasa heran bila ucapan-ucapan seperti ini muncul dari laki-laki semacam itu [ yakni Ibnu Baz-ed ] sebagaimana yang di herankan oleh banyak manusia, karena saya terhadap orang itu memiliki pandangan yang masih terus saya pegang –walaupun banyak orang menganggap berlebihan terhadap pendapat saya ini-. Dalam pandangan saya yang terbatas dan akal saya yang lemah, adalah tidak mungkin seorang laki-laki menyatukan sekaligus pada dirinya kepemimpinan dalam Dien ini dan tampil sebagai juru fatwa dan ta’lim dengan menduduki jabatan tertinggi di negara Dinasti Sa’ud, NEGARA BONEKA AMERIKA.

Bagaimana Dinasti Sa’ud memberi gigi kepada orang ini dan menempatkannya pada jabatan itu, sedangkan mereka itu adalah orang-orang yang paling patuh pada Amerika, kecuali keberadaan orang ini [ Ibnu Baz ] pada jabatan-jabatan itu adalah merupakan kepentingan yang paling mendasar bagi Dinasti Sa’ud yang menguasai negeri kaum muslimin dengan tajamnya pedang, dalam hal itu mereka tidak berbuat lembut dan basa-basi.

Seandainya terbesit dalam benak mereka sekali saja bahwa Syaikh ini mungkin menentang mereka atau mengancam kekuasaan mereka, tentu mereka akan menggunakan terhadapnya apa yang cukup untuk mendiamkannya berupa pemecatan sampai pembunuhan. Dan sejarah Dinasti Sa’ud dalam hal itu bersama orang-orang yang menentang mereka adalah lebih masyhur untuk di sebutkan.

Tujuan saya dari ungkapan itu bukanlah ini [ hal di atas-ed], tapi tujuan saya adalah:
Bahwa Ibnu Baz dan kelompok yang ada di sekitarnya telah dijadikan oleh banyak orang sebagai panutan/tauladan dalam agama dan rujukan untuk Fatwa. Mereka masih selalu merujuk kepada orang-orang itu [ Ibnu Baz & kelompoknya-ed ], kepada tulisan-tulisan mereka dan ucapan-ucapan mereka dalam urusan Dien yang paling urgent –yaitu urusan I’itiqod dan Tauhid- dan dalam –problematika kaum muslimin yang paling berbahaya- yaitu problematika pemerintah murtad yang mencengkram negeri-negeri kaum Muslimin.

Dan orang-orang yang mengikuti itu –walaupun selalu berbicara bahwa mereka itu terbebas dari taqlid madzhabiy- adalah manusia yang paling taqlid terhadap kelompok syaikh-syaikh itu, dan klaim ini melebar dan menyebar di tengah ribuan pemuda Muslim, sampai itu menjadi hal yang di terima begitu saja, hingga kami melihat orang ‘Alim yang baik semacam Doktor Safar Al-Hawali saja berani mengatakan bahwa demokrasi itu bisa saja di pakai secara darurat untuk menyelamatkan negeri dari kekacauan seraya ia mengambil bukti dengan apa yang terjadi di Al-Jazair sembari bersandar dalam hal ini kepada ucapan Ibnu Baz !!! [ dalam kaset rekamannya no 4661, Tasjilat Al-Hidayah Al-Islamiyah Dammam, ceramah tanggal 23-6-1412H ], padahal Safar Al-Hawali itu mantap dalam pengajaran ilmu Tauhid dan tulisannya bagus tentang sekularisme [ tapi dia tergelincir sebab bersandar dengan ucapan Ibnu Baz itu ]. Bila saja ini adalah keadaan Safar Al-Hawali yang Ilmunya cukup luas dan pengorbanannya yang banyak dalam jalan dakwah, maka bagaimana dengan yang lainnya???.

Sungguh ribuan pemuda telah hidup sebagai tawanan bagi nama-nama yang mendengung ini –Ibnu Baz, Al-Utsaimin dan Abu Bakar Al-Jazairi- mereka mengikuti orang-orang ini atau minimal mereka tidak berani untuk menyelisihinya meskipun sangat besar kekeliruan Syaikh-syaikh itu dan sangat keji penyimpangan-penyimpangan mereka itu.

Saya merasa heran, bagaimana bisa manusia taqlid dalam Dien mereka kepada seorang laki-laki [ Ibnu Baz -ed] yang tidak pernah berkorban di jalan Allah dan tidak di beri ujian di dalamnya, bahkan tidak menerima gajinya kecuali untuk membela kepentingan-kepentingan para Thoghut !!! maka bagaimana manusia bertanya kepadanya tentang leher-leher para thoghut, darah-darah mereka !!! dan pelenyapan kekuasaan mereka ???

SUNGGUH TELAH TIBA SAATNYA BAGI PEMUDA MUSLIM UNTUK MELEPASKAN DIRI DARI NAMA-NAMA YANG NYARING LAGI KOSONG ITU, YANG TERUS MENERUS DALAM KEMUNAFIKAN [ MENJILAT ] PARA THOGHUT SAMPAI HINA KEDUDUKANNYA SERTA MENJADI CEMOOHAN DI LISAN KAWAN MAUPUN LAWAN.

Dan telah tiba saatnya bagi pemuda Muslim, ia berkumpul di sekitar ‘Ulama ‘Amilin yang jujur, yang menderita dan mendapat cobaan di jalan Agama mereka yang di sifati Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabarDan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” [QS. As-Sajdah: 24]
Dan telah tiba saatnya bagi pemuda ini untuk keluar dari lobang yang dia hidup di dalamnya, dan untuk sadar bahwa peperangan antara Islam dengan kekafiran, antara Al-Haq dan Al-Bathil, adalah peperangan yang pasti serta tidak bisa lari darinya. Dan sesungguhnya bila ia tidak siap dan tidak mempersiapkan persiapannya untuk peperangan itu, maka ia akan menjadi korban pertama.

Sebenarnya kami bisa mendiamkan syaikh-syaikh itu, bila mereka ridho bagi diri mereka agar diam dan berbicara dalam hal-hal yang tidak membuat marah para penguasa berupa urusan-urusan agama yang bersifat ibadah pribadi, meskipun ini juga mustahil bersama menjalarnya kerusakan para thoghut itu, akan tetapi beralihnya para ‘ulama itu menjadi perusak dan pengahancur keyakinan para pemuda, menjadi pelegal untuk kekafiran para thoghut, menjadi musuh bagi Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, menjadi perekomendasi bagi kebercokolan angkatan perang salib amerika di bumi jazirah ‘Arab, serta yang memberi restu akan siasat kotor dan politik berkuasanya yahudi di bumi Islam…!!!

Dan saya mengetahui bahwa ucapan saya ini akan di anggap berlebihan oleh banyak orang, baik yang masih hidup dalam praduga atau orang-orang yang sepakat dengan saya akan tetapi mereka tidak memiliki pada diri mereka keberanian untuk terang-terangan dengan hal itu, karena takut terhadap tuduhan orang lain terhadap mereka [ dengan tuduhan ] melecehkan ‘ulama, atau karena mereka tidak mampu menyelisihi apa yang selalu mereka dengung-dengungkan bertahun-tahun.

Akan tetapi Al-Haq itu nyata dan kebathilan itu luntur: SESUNGGUHNYA IBNU BAZ DAN KELOMPOKNYA ADALAH ‘ULAMA PENGUASA YANG MENJUAL KAMI KEPADA MUSUH-MUSUH KAMI DENGAN IMBALAN GAJI DAN JABATAN, MESKIPUN MARAH ORANG YANG MARAH DAN RIDHO ORANG YANG RIDHO.

Sesungguhnya barisan Al-Iman wajib melepaskan diri dari para pemalsu dan kaum Munafiqin sebelum berhadaapn dengan barisan kekafiran.

“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh), dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” [QS.Al-An’am: 55].

Penulis: Syaikhul Mujahidin Dr. Ayman Adz-Dzawahiri
Diterjemahkan dari: Majalah Al-Mujahidun edisi XI, Tahun I rabu 3 sya’ban 1415 H.
Penerjemah: Abu Sulaiman

Back to posts
Tauhid

Ajari Anak Kita Shalat…

Shalat adalah ibadah yang terdiri dari kata-kata dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah sebagaimana kalian melihat saya shalat (Al Bukhari)

Apabila seseorang hendak mengerjakan shalat, maka wajib berwudhu terlebih dahulu jika ia berhadats kecil, atau bertayammum jika ia tidak memperoleh air atau sedang dalam kondisi yang tidak diizinkan memakai air. Selain itu ia juga harus terlebih dahulu membersihkan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.

Tata Cara Shalat

1. Menghadap kiblat dengan seluruh badan, tanpa berpaling dan menoleh.

2. Niat shalat yang ingin dikerjakan, dan cukup di dalam hati, tidak ada dalil yang menunjukan sunnahnya melafalkan niat, bahkan hal itu termasuk bid’ah.

3. Takbiratul ihram (takbir pembukaan) dengan mengucapkan “Allahu Akbar”, dan mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinganya ketika bertakbir.

4. Meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri di dada.

5. Membaca istiftah, yaitu :

(( اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَا يَايَ كَمَا بَا عَدْتَ بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الآَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ ))

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari segala dosa-dosaku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosa-dosaku, sebagaimana dibersihkannya kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, es dan salju.”

Atau:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Saya hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh ketulusan dan penyerahan, dan saya bukan tergolong orang-orang yang musyrik, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah kepunyaan Allah Tuhan sekalian alam, tiada sekutu baginya, dan dengan itulah akau diperintahkan, sedang saya adalah tergolong orang-orang yang berserah diri.”

Atau yang lainnya yang pernah dipakai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Membaca :

(( أَعُوْذ ُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ))

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk”.

7. Membaca Al-Fatihah :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan kepada engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 1-7).

Kemudian mengucapkan “Aamiin”, yang artinya: “ Ya Allah, kabulkanlah.”

8. Membaca salah satu surat dari Al-Qur’an (yang biasa dibaca dan dihapal), dan panjangkanlah bacaan shalat di dalam shalat Subuh

9. Ruku’ yaitu menundukkan punggung untuk mengagungkan Allah, seraya melakukan takbir ketika ruku’ dan mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

Disunnahkan menundukkan punggung serta menjadikan kepala lurus/sejajar dengan punggung, serta meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan merenggangkan jari-jari.

10. Ketika ruku’ mengucapkan :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ ))

“ Mahasuci Robbku Yang Maha Agung” (3x)

Atau :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ ))

“Mahasuci Robbku Yang Maha Agung, dan dengan memuji-Nya” (3x)

Atau :

((سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji Engkau, ya Allah ampunilah aku.”

11. Mengangkat kepala dari ruku’, seraya mengucapkan:

((سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ))

“ Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”

seraya mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

12. Setelah mengangkat kepala, mengucapkan:

(( رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ ))

“Ya Rabb kami, bagi-Mu pujian dengan sepenuh langit, sepenuh bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki.”

13. Turun untuk sujud seraya mengucapkan “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan, dan baiknya mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan ketika bersujud, terus melakukan sujud di atas anggota sujud yang tujuh, yaitu: dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kedua kaki. Renggangkan kedua tangan dari lambung/perut dan jangan meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai, serta hadapkanlah jari-jari kaki ke arah kiblat, renggangkan paha dari perut dan renggangkan paha dari betis, serta rapatkan jari-jari tangan dengan menghadapkannya ke kiblat.

14. Dalam bersujud mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi,”3x

Atau :

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَىَ وَبِحَمْدِهِ

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, dan dengan memuji-Nya”3x

Atau :

(( سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah Rabb kami dan dengan memuji Engkau, ya Allah, ampunilah aku.”

15. Mengangkat kepala dari sujud, seraya mengucapkan: “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan.

16.Duduk di antara dua sujud, caranya adalah duduk di atas telapak kaki yang kiri dan menegakkan telapak yang kanan, meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya mendekati lutut

17. Dalam duduk antara dua sujud mengucapkan:

((رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَعَافِنِيْ))

“Ya Rabbku, ampunilah aku, sayangilah aku, tunjukilah aku, limpahkanlah rezeki-Mu kepadaku, cukupkanlah kekuranganku, dan sehatkanlah aku.”

18. Kemudian sujud kedua dan melakukannya dengan khusyu’ yang ucapan dan perbuatannya seperti pada waktu sujud pertama, dan bertakbirlah ketika hendak sujud tanpa mengangkat kedua tangan.

19. Berdiri dari sujud kedua, seraya mengucapkan takbir dan mengerjakan rakaat yang kedua yang ucapan serta perbuatannya seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Hanya saja pada rakaat ini tidak membaca istiftah dan ta’awwud`.

20. Kemudian duduk setelah selesai rakaat kedua, seraya mengucapkan takbir dan duduk persis dengan duduk antara kedua sujud, ditambah dengan menggenggam jari kelingking dan jari manis, serta mengangkat jari telunjuk. Ujung ibu jari lekatkan dengan jari tengah seperti membentuk lingkaran dan letakkan tangan kiri di bagian paha yang dekat dengan lutut., atau menggenggamkan seluruh jari-jari tangan kanannya kecuali telunjuk yang diisyaratkan dari awal.

21. Dalam duduk ini membaca tasyahhud, yaitu:

((التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ . السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَدِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا وَرَسُولُ اللهِ . اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ))

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat yang penuh kebaikan hanya milik Allah. Selamat sejahtera kepadamu, wahai Nabi, rahmat Allah dan berkah-Nya. Selamat sejahtera kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah dan rasul Allah. Ya Allah, berikanlah salam sejahtera kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Sebagaimana engkau memberikan salam sejahtera kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Sesungguhnya Engkau Terpuji lagi Mahaagung. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau terpuji dan Maha Agung. Aku berlindung kepada Allah dari siksa Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”

Atau :

….اَلتَّحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ

“Segala penghormatan hanya milik Allah, shalawat dan sanjungan yang baik…” (bacaan selanjutnya sama dengan di atas)

Dan setelah itu boleh berdoa dengan doa yang dia kehendaki.

22. Salam ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan:

((السَلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

23. Apabila shalat itu tiga rakaat atau empat rakaat, maka pada raka’at kedua itu berhenti sampai batas tahiyat awal, yaitu:

(( أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ))

24. Kemudian bangkit dengan mengucapkan takbir, serta mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

25. Meneruskan shalat seperti pada rakaat kedua, hanya saja dalam rakaat ketiga ini cukup membaca Al-Fatihah.

26. Duduk tawarruk, yakni menegakkan telapak kaki kanan serta mengeluarkan telapak kaki kiri dari bawah betis kanan, mendudukkan pinggul di lantai dan meletakkan kedua tangan di atas paha, seperti cara meletakkan tangan pada tahiyat awal.

27. Dalam posisi duduk ini membaca tahiyyat, shalawat, dan doa seluruhnya.

28. Kemudian salam ke kanan dan ke kiri, seraya mengucapkan:

(( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

Ini adalah tata cara shalat yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun dalam beberapa masalah yang bukan termasuk yang wajib dan rukun ada sedikit perbedaan di antara para ulama, mudah-mudahan kita bisa mempraktekannya.

(Abu Sulaiman Aman Abdurrahman)