XtGem Forum catalog
TASQUDS
Islamic Mobile Site
Blog

Tauhid Syarat Diterima Amal

www.millah-ibrahim.com

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Amal shalih apapun, baik itu shalat, shaum, zakat, haji, infaq, birrul walidain(berbakti kepada orang tua) dan sebagainya tidak mungkin diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada pahalanya bila tidak dilandasai tauhid yang bersih dari syirik.

Berapapun banyaknya amal kebaikan yang dilakukan seseorang tetap tidak mungkin ada artinya bila pelakunya tidak kufur kepada thaghut, sedangkan seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah apabila dia tidak kufur kepada thaghut.

Anda telah mengetahui makna kufur kepada thaghut beserta thaghut-thaghut yang mesti kita kafir kepadanya. Kufur kepada thaghut serta iman kepada Allah adalah dua hal yang dengannya orang bisa dikatakan mukmin dan dengannya amalan bisa diterima, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedang dia itu mukmin, maka Kami akan berikan kepadanya penghidupan yang baik serta Kami akan memberikan kepadanya balasan dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka amalkan” (QS. An Nahl [16]: 97).

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala amal shalih hanya bagi orang mukmin, sedang orang yang suka membuat tumbal, sesajen, meminta kepada orang yang sudah mati atau mengusung sekulerisme, liberalisme, demokrasi atau nasionalisme dan falsafah sistem syirik lainya, dia bukanlah orang mukmin, tetapi dia musyrik, karena tidak kufur kepada thaghut, sehingga shalat, shaum, zakat dan ibadah lainnya yang dia lakukan tidaklah sah dan tidak ada pahalanya.

Juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلا يُجْزَى إِلا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedangkan dia mukmin, maka mereka masuk surga seraya mereka diberi rizqi di dalamnya tanpa perhitungan” (QS. Ghafir/Al Mukmin [40]: 40)

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala masuk surga bagi orang yang beramal shalih dengan syarat bahwa dia mukmin, sedangkan para pendukung Pancasila, Demokrasi, dan Undang Undang Dasar buatan tidaklah dikatakan mukmin, karena tidak kufur kepada thaghut, tapi justeru dia adalah hamba thaghut.

Juga dalam firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

“Dan siapa yang melakukan amalan-amalan shalih baik laki-laki atau perempuan, sedang dia itu mukmin, maka mereka masuk surga dan mereka tidak dizhalimi barang sedikitpun” (QS. An Nisaa’ [4]: 124)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala surga bagi orang yang beramal shalih, dengan syarat dia mukmin, sedangkan aparat thaghut, hamba demokrasi, hamba Pancasila, Undang Undang Dasar buatan dan Pemerintah kafir, maka mereka itu bukan mukmin, karena tidak kafir terhadap thaghut, bahkan mereka menjadi pelindung dan benteng thaghut.

Juga firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا يَخَافُ ظُلْمًا وَلا هَضْمًا

“Dan siapa yang melakukan amal-amal shalih sedang dia itu mukmin, maka dia tidak takut dizhalimi dan tidak pula takut akan dikurangi” (QS. Thaha [20]: 112)

Ini berbeda dengan orang musyrik dan kafir, dia tidak dapat apapun dari amal shalih yang dia kerjakan.

Juga firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ

“Dan siapa yang melakukan amal shalih, sedang dia itu mukmin, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya dan sesungguhnya Kami tuliskan bagi dia apa yang dia lakukan” (QS. Al Anbiya [21]: 94)

Sedangkan para penguasa sistem syirik dan para pejabatnya serta para anggota parlemennya bukanlah orang mukmin tetapi mereka adalah Thaghut.

Semua ayat mengisyaratkan iman untuk diterimanya amal shalih, sedangkan para penyembah kuburan atau batu atau pohon keramat atau pengusung demokrasi atau hukum buatan manusia atau falsafah syirik (seperti Pancasila, dan Undang Undang Dasar buatan) atau aparat keamanan penguasa thaghut bukanlah orang yang kafir terhadap thaghut.

Jadi, kemanakah amalan-amalan yang mereka lakukan? Maka jawabannya ; hilang, sirna lagi sia-sia, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Sungguh, bila kamu berbuat syirik maka hapuslah amalanmu, dan sunguh kamu tergolong orang-orang yang rugi” (QS. Az Zumar [39]: 65)

Amalan-amalan yang banyak itu hilang sia-sia dengan satu kali saja berbuat syirik, maka apa gerangan apabila orang tersebut terus-menerus berjalan di atas kemusyrikan, padahal ayat ini ancaman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mungkin berbuat syirik. Dan begitu juga para nabi semuanya diancam dengan ancaman yang sama. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan bila mereka berbuat syirik, maka lenyaplah dari mereka apa yang pernah mereka amalkan” (QS. Al An’am [6]: 88)

Ya, lenyap bagaikan debu yang disapu angin topan, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ

“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka (orang-orang musyrik/ kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin kencang di hari yang penuh badai” (QS. Ibrahim [14]: 18)

Dalam ayat ini Allah serupakan amalan orang-orang kafir dengan debu, dan kekafiran/kemusyrikan diserupakan dengan angin topan. Apa jadinya bila debu diterpa angin topan…? tentu lenyaplah debu itu.

Allah juga mengibaratkan amalan orang kafir itu dengan fatamorgana:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ

“Dan orang-orang kafir amalan mereka itu bagaikan fatamorgana di tanah lapang, yang dikira air oleh orang yang dahaga, sehingga tatkala dia mendatanginya ternyata dia tidak mendapatkan apa-apa, justeru dia mendapatkan (ketetapan) Allah disana kemudian Dia menyempurnakan penghisaban-Nya” (QS. An Nur [24]: 39)

Orang yang musyrik di saat dia melakukan shalat, zakat, shaum, dan sebagainya, mengira bahwa di sisi Allah pahalanya banyak, tapi ternyata saat dibangkitkan dia tidak mendapatkan apa-apa melainkan adzab!

Dalam ayat lain amalan-amalan mereka itu bagaikan debu yang bertaburan:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan Kami hadapkan apa yang telah mereka kerjakan berupa amalan, kemudian Kami jadikannya debu yang bertaburan” (QS. Al Furqan [25]: 23)

Sungguh… sangatlah dia merugi sebagaimana dalam ayat lain:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (١٠٣) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah, “Apakah kalian mau kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling rugi amalannya, yaitu orang-orang yang sia-sia amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka melakukan perbuatan baik?” (QS. Al Kahfi [18]: 103-104)

Ya, memang mereka rugi karena mereka lelah, capek, letih, berusaha keras, serta berjuang untuk amal kebaikan, tapi ternyata tidak mendapat apa-apa karena tidak bertauhid. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (٣) تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

“Dia beramal lagi lelah, dia masuk neraka yang sangat panas(QS. Al Ghasyyiah [88]: 3-4).

Ini (tauhid) adalah syarat paling mendasar yang jarang diperhatikan oleh banyak orang. Masih ada dua syarat lagi yang berkaitan dengan satuan amalan, yaitu ikhlash dan mutaba’ah. Dan berikut ini adalah penjelasan ringkasnya:

1. Ikhlash

Orang yang melakukan amal shaleh akan tetapi tidak ikhlas, namun justeru dia ingin dilihat orang atau ingin didengar orang, maka amalan-amalan itu tidak diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia beramal shalih dan tidak menyekutukan sesuatupun dalam ibadah kepada Tuhannya” (QS. Al Kahfi [18]: 110)

Ayat ini berkenaan dengan ikhlas, jadi orang yang saat melakukan amal shalih dan dia bertujuan kepada yang lain di samping kepada Allah, maka ia itu tidak ikhlas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsiy: “Bahwa Allah berfirman: “Aku adalah yang paling tidak butuh akan sekutu, siapa yang melakukan amalan dimana dia menyekutukan yang lain bersamaKu dalam amalan itu, maka Aku tinggalkan dia dengan penyekutuannya” (HR. Muslim)

2. Mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Rasul)

Amal ibadah meskipun dilakukan dengan ikhlash akan tetapi jika tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka pasti ditolak.

Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka itu tertolak” (HR. Muslim)

Beliau Shalallahu‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Jauhilah hal-hal yang diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat” (HR. At Tirmidzi)

Sedikit amal tapi di atas sunnah adalah lebih baik daripada banyak amal dalam bid’ah. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata: “Ikutilah (tuntunan Rasulullah) dan jangan mengada-ada yang baru”

Jadi, dalam urusan ibadah, antum harus bertanya pada diri sendiri: “Apa landasan atau dalil yang engkau jadikan dasar? Karena siapa engkau beramal ?” Apabila tidak mengetahui dasarnya maka tinggalkanlah amalan itu karena hal itu lebih selamat bagi kita.

Back to posts
Tauhid

Ajari Anak Kita Shalat…

Shalat adalah ibadah yang terdiri dari kata-kata dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah sebagaimana kalian melihat saya shalat (Al Bukhari)

Apabila seseorang hendak mengerjakan shalat, maka wajib berwudhu terlebih dahulu jika ia berhadats kecil, atau bertayammum jika ia tidak memperoleh air atau sedang dalam kondisi yang tidak diizinkan memakai air. Selain itu ia juga harus terlebih dahulu membersihkan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.

Tata Cara Shalat

1. Menghadap kiblat dengan seluruh badan, tanpa berpaling dan menoleh.

2. Niat shalat yang ingin dikerjakan, dan cukup di dalam hati, tidak ada dalil yang menunjukan sunnahnya melafalkan niat, bahkan hal itu termasuk bid’ah.

3. Takbiratul ihram (takbir pembukaan) dengan mengucapkan “Allahu Akbar”, dan mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinganya ketika bertakbir.

4. Meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri di dada.

5. Membaca istiftah, yaitu :

(( اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَا يَايَ كَمَا بَا عَدْتَ بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الآَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ ))

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari segala dosa-dosaku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosa-dosaku, sebagaimana dibersihkannya kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, es dan salju.”

Atau:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Saya hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh ketulusan dan penyerahan, dan saya bukan tergolong orang-orang yang musyrik, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah kepunyaan Allah Tuhan sekalian alam, tiada sekutu baginya, dan dengan itulah akau diperintahkan, sedang saya adalah tergolong orang-orang yang berserah diri.”

Atau yang lainnya yang pernah dipakai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Membaca :

(( أَعُوْذ ُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ))

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk”.

7. Membaca Al-Fatihah :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan kepada engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 1-7).

Kemudian mengucapkan “Aamiin”, yang artinya: “ Ya Allah, kabulkanlah.”

8. Membaca salah satu surat dari Al-Qur’an (yang biasa dibaca dan dihapal), dan panjangkanlah bacaan shalat di dalam shalat Subuh

9. Ruku’ yaitu menundukkan punggung untuk mengagungkan Allah, seraya melakukan takbir ketika ruku’ dan mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

Disunnahkan menundukkan punggung serta menjadikan kepala lurus/sejajar dengan punggung, serta meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan merenggangkan jari-jari.

10. Ketika ruku’ mengucapkan :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ ))

“ Mahasuci Robbku Yang Maha Agung” (3x)

Atau :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ ))

“Mahasuci Robbku Yang Maha Agung, dan dengan memuji-Nya” (3x)

Atau :

((سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji Engkau, ya Allah ampunilah aku.”

11. Mengangkat kepala dari ruku’, seraya mengucapkan:

((سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ))

“ Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”

seraya mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

12. Setelah mengangkat kepala, mengucapkan:

(( رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ ))

“Ya Rabb kami, bagi-Mu pujian dengan sepenuh langit, sepenuh bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki.”

13. Turun untuk sujud seraya mengucapkan “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan, dan baiknya mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan ketika bersujud, terus melakukan sujud di atas anggota sujud yang tujuh, yaitu: dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kedua kaki. Renggangkan kedua tangan dari lambung/perut dan jangan meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai, serta hadapkanlah jari-jari kaki ke arah kiblat, renggangkan paha dari perut dan renggangkan paha dari betis, serta rapatkan jari-jari tangan dengan menghadapkannya ke kiblat.

14. Dalam bersujud mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi,”3x

Atau :

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَىَ وَبِحَمْدِهِ

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, dan dengan memuji-Nya”3x

Atau :

(( سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah Rabb kami dan dengan memuji Engkau, ya Allah, ampunilah aku.”

15. Mengangkat kepala dari sujud, seraya mengucapkan: “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan.

16.Duduk di antara dua sujud, caranya adalah duduk di atas telapak kaki yang kiri dan menegakkan telapak yang kanan, meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya mendekati lutut

17. Dalam duduk antara dua sujud mengucapkan:

((رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَعَافِنِيْ))

“Ya Rabbku, ampunilah aku, sayangilah aku, tunjukilah aku, limpahkanlah rezeki-Mu kepadaku, cukupkanlah kekuranganku, dan sehatkanlah aku.”

18. Kemudian sujud kedua dan melakukannya dengan khusyu’ yang ucapan dan perbuatannya seperti pada waktu sujud pertama, dan bertakbirlah ketika hendak sujud tanpa mengangkat kedua tangan.

19. Berdiri dari sujud kedua, seraya mengucapkan takbir dan mengerjakan rakaat yang kedua yang ucapan serta perbuatannya seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Hanya saja pada rakaat ini tidak membaca istiftah dan ta’awwud`.

20. Kemudian duduk setelah selesai rakaat kedua, seraya mengucapkan takbir dan duduk persis dengan duduk antara kedua sujud, ditambah dengan menggenggam jari kelingking dan jari manis, serta mengangkat jari telunjuk. Ujung ibu jari lekatkan dengan jari tengah seperti membentuk lingkaran dan letakkan tangan kiri di bagian paha yang dekat dengan lutut., atau menggenggamkan seluruh jari-jari tangan kanannya kecuali telunjuk yang diisyaratkan dari awal.

21. Dalam duduk ini membaca tasyahhud, yaitu:

((التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ . السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَدِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا وَرَسُولُ اللهِ . اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ))

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat yang penuh kebaikan hanya milik Allah. Selamat sejahtera kepadamu, wahai Nabi, rahmat Allah dan berkah-Nya. Selamat sejahtera kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah dan rasul Allah. Ya Allah, berikanlah salam sejahtera kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Sebagaimana engkau memberikan salam sejahtera kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Sesungguhnya Engkau Terpuji lagi Mahaagung. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau terpuji dan Maha Agung. Aku berlindung kepada Allah dari siksa Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”

Atau :

….اَلتَّحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ

“Segala penghormatan hanya milik Allah, shalawat dan sanjungan yang baik…” (bacaan selanjutnya sama dengan di atas)

Dan setelah itu boleh berdoa dengan doa yang dia kehendaki.

22. Salam ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan:

((السَلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

23. Apabila shalat itu tiga rakaat atau empat rakaat, maka pada raka’at kedua itu berhenti sampai batas tahiyat awal, yaitu:

(( أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ))

24. Kemudian bangkit dengan mengucapkan takbir, serta mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

25. Meneruskan shalat seperti pada rakaat kedua, hanya saja dalam rakaat ketiga ini cukup membaca Al-Fatihah.

26. Duduk tawarruk, yakni menegakkan telapak kaki kanan serta mengeluarkan telapak kaki kiri dari bawah betis kanan, mendudukkan pinggul di lantai dan meletakkan kedua tangan di atas paha, seperti cara meletakkan tangan pada tahiyat awal.

27. Dalam posisi duduk ini membaca tahiyyat, shalawat, dan doa seluruhnya.

28. Kemudian salam ke kanan dan ke kiri, seraya mengucapkan:

(( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

Ini adalah tata cara shalat yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun dalam beberapa masalah yang bukan termasuk yang wajib dan rukun ada sedikit perbedaan di antara para ulama, mudah-mudahan kita bisa mempraktekannya.

(Abu Sulaiman Aman Abdurrahman)