Polaroid
TASQUDS
Islamic Mobile Site
Blog

Hukum Berloyalitas kepada Musyrikin

www.millah-ibrahim.com

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Berloyalitas dalam bahasa Arabnya adalah Al Wala atau muwaalah yang bermakna al mahabbah (cinta), an nushrah (pemberian bantuan), al mutaba’ah (mengikuti), dan al muwaafaqah (sikap setuju) sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Atsir dalam An Nihayah.

Allah melarang orang muslim berwala dengan orang kafir:

لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Engkau tidak mungkin mendapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu ayah-ayah mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau karib kerabatnya…” (QS. Al Mujaadilah [58]: 22)

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Dan siapa yang tawalliy kepada mereka di antara kalian maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka, maka sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zhalim” (QS. Al Maaidah [5]: 51)

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya dengan meninggalkan kaum mukminin…” (QS. An Nisaa [4]: 144)

Jadi loyalitas hanya boleh diberikan kepada orang-orang yang beriman, sedangkan orang kafir hanyalah diberi sikap bara’.

Adapun hukum berloyalitas kepada orang-orang kafir adalah haram berdasarkan ijma’ para ulama yang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah. Perlu diperhatikan bahwa bentuk loyalitas ini ada yang mengeluarkan dari Islam dan sering disebut muwaalah kubra (tawalliy), dan ada pula yang “hanya” berupa dosa besar yang tidak mengeluarkan dari Islam dan lebih sering disebut muwaalah shughra.

I. Muwaalah Kubra

Muwaalah kubra adalah loyalitas yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan ini ada empat macam:

  1. Mencintai orang musyrik atau kafir karena alasan keyakinan kafirnya.

Seperti orang yang mencintai Soekarno karena dia seorang Nasakom atau mencintai Amin Rais karena dia seorang demokrat sejati, atau mencintai si fulan karena dia anggota DPR/MPR, mencintai si fulan karena dia seorang Pancasilais, atau mencintai si fulan karena dia seorang Nasionalis, dan lain sebagainya.

Dan sebagai dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kufur kepada segala yang diibadati selain Allah, maka haram darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas Allah” [HR. Muslim]

Dalam hadits ini orang dianggap muslim bila kufur kepada segala yang diibadati selain Allah, termasuk di antaranya yaitu ajaran syirik dan kekafiran. Derajat minimal bentuk kufur kepada ajaran syirik adalah membencinya, sedangkan orang-orang di atas tadi justeru mencintai ajaran syirik tersebut, sehingga batallah keislaman macam orang ini. (Komunisme, Nasionalisme, demokrasi dan isme-isme sejenisnya yang merupakan paham-paham syirik dan kekufuran, ed.)

  1. Membantu orang-orang musyrik untuk menghancurkan kaum muslimin.

Orang yang bergabung (secara aktif di lapangan ataupun berperan di belakang layar, ed.) dengan orang-orang musyrik dalam rangka menindas dan membungkam kaum muslimin, maka telah batal keislamannya, seperti orang-orang Afghanistan yang bergabung dengan pasukan Salibis pimpinan Amerika Serikat untuk menghancurkan Negara Islam Thaliban, atau Pemerintah Saudi yang telah membantu Amerika Serikat saat menggempur Negara Islam Thaliban, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang tawalliy kepada mereka di antara kalian, maka sesungguhnya dia adalah bagian dari mereka” (QS. Al Maidah [5]: 51)

Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata saat menyebutkan di antara pembatal keIslaman: “Membantu kaum musyrikin untuk menghancurkan kaum muslimin”.

  1. Mengikuti kaum musyrikin dalam kemusyrikannya.

Meyakini bahwa suatu perbuatan itu syirik atau kufur belumlah cukup, akan tetapi harus meninggalkannya. Orang yang mengetahui bahwa demokrasi itu syirik, akan tetapi karena alasan takut atau yang lainnya (kecuali dipaksa) mengikuti sistem demokrasi dan ia ikut dalam pesta demokrasi, maka dia telah keluar dari Islam. Kebencian terhadap sistem syirik dan para pelakunya serta kecintaannya terhadap Tauhid dan kaum muwahhidin tidaklah berarti bila dia mengikuti ajaran syirik tersebut.

Pancasila adalah falsafah syirik, maka orang-orang yang ‘sekedar’ ikut menyanyikan lagu Garuda Pancasila adalah telah keluar dari Islam, baik karena alasan basa-basi atau karena takut (kecuali dipaksa), meskipun dia itu benci dengan Pancasila dan para pendukungnya serta cinta kepada Tauhid dan kaum muwahhidin, karena dia mengikuti orang-orang musyrik dalam kemusyrikannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ (٢٥) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الأمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ (٢٦) فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ (٢٧) ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Sesungguhnya orang yang kembali ke belakang setelah jelasnya petunjuk bagi mereka, maka Syaitan mempermudah mereka (untuk berbuat dosa) dan memperpanjang angan-angan mereka. Yang demikian itu disebabkan sesungguhnya mereka mengatakan kepada orang-orang yang benci terhadap apa yang telah Allah turunkan: “Kami akan mematuhi kalian dalam sebagian urusan ini”, sedangkan Allah mengetahui rahasia mereka. Maka bagaimana keadaanya bila mereka itu diwafatkan oleh Malaikat seraya Malaikat itu memukuli wajah dan punggung mereka ? Yang demikian itu dikarenakan mereka itu telah mengikuti apa yang membuat Allah murka dan mereka membenci apa yang mendatangkan ridha-Nya, maka Allah hapuskan amalan-amalan mereka” (QS. Muhammad [47]: 25-28)

Bila saja orang yang mengikuti apa yang membuat murka Allah telah divonis murtad oleh-Nya, maka apa gerangan dengan banyaknya orang yang berposisi sebagai bawahan mengatakan kepada masyarakat “Kami hanya menjalankan tugas” setelah sang pejabat atasan membuat undang-undang kafir kemudian si bawahan itu melaksanakannya

Bila orang yang taat dalam sebagian kekafiran Allah Subhanahu Wa Ta’ala memvonisnya sebagai orang murtad, maka apa gerangan dengan:

  • Rt/Rw yang menyatakan kepada thaghut atasannya “Kami akan laksanakan semua aturan”.
  • Saat menghancurkan dan membekuk para mujahidin ada di antara jajaran aparat keamanan yang beralasan “Kami hanya mengikuti aturan yang ada”. Mereka yang menjadi pelindung sistem thaghut ini beralasan “Kami hanya mengikuti prosedur yang ada”.
  • Anak-anak sekolah mengikuti pelajaran falsafah syirik dengan alasan mengikuti proses pembelajaran dan berkata: “Karena jika tidak (ikut), maka kami tidak akan lulus”.
  1. Menampakkan sikap setuju dengan kekufuran atau kemusyrikan

Orang yang di hadapan thaghut menampakkan sikap setuju terhadap kekafiran dengan alasan basa-basi atau takut atau ingin dunia, maka dia kafir (kecuali bila dipaksa), meskipun meyakini bathilnya hal itu, membencinya, dan membenci para pelakunya serta cinta dengan Tauhid dan para muwahhid.

Seperti saat ujian siswa memuji Pancasila, demokrasi, Undang Undang Dasar 1945, dan lain-lain. Atau kagum dengannya atau bangga dengannya demi mendapatkan nilai ujian, maka dia itu kafir meskipun benci akan hal-hal itu dan para pendukungnya serta cinta kepada Tauhid dan kaum muwahhidin.

Seperti itu pula orang yang ingin membuat lembaga yang diakui thaghut, sedangkan thaghut mensyaratkan adanya mata pelajaran falsafah syirik (mis. PPKN) lalu mereka menerima syarat itu, maka hukumnya sama saja. Dalilnya sama dengan dalil di atas (QS. Muhammad [47]: 25-28).

Bahkan bila dia berjanji dusta untuk memenuhi syarat itu terhadap thaghut, tetap hukumnya sama saja. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

“Apakah engkau tidak melihat orang-orang munafiq, dimana mereka mengatakan kepada saudara-saudara mereka yang kafir dari kalangan Ahlul Kitab: “Bila kalian diusir, sungguh kami akan keluar bersama kalian dan kami tidak mentaati seorangpun selama-lamanya dalam hal yang merugikan kalian, dan bila kalian diperangi, maka sungguh kami akan membantu kalian”, sedangkan Allah bersaksi sesungguhnya mereka benar-benar dusta”. (QS. Al Hasyr [59]: 11)

Orang-orang munafiq di dalam Islam dihukumi muslim secara dhahir. Dalam ayat ini mereka berjanji untuk membantu orang-orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah memvonis mereka kafir padahal janji mereka itu dusta, maka apa gerangan dengan janji yang jujur? Begitu pula dengan orang yang menampakkan sikap setuju dengan demokrasi dan yang lainnya…

II. Muwaalah Shughra

Ini adalah sikap loyalitas yang tidak mengeluarkan dari Islam. Definisinya adalah: Setiap perbuatan yang menyebabkan penghormatan dan penghargaan terhadap orang-orang kafir dengan syarat (tetap, ed) membenci mereka, memusuhi mereka, dan mengkafirkan mereka, serta tidak tawalliy kepada mereka. Adapun contoh-contohnya adalah sebagai berikut :

  • Mengucapkan salam kepada mereka.
  • Melapangkan jalan bagi mereka.
  • Mengucapkan selamat atas hari-hari bahagia mereka selain hari raya keagamaannya
  • Bercengkrama dengan mereka.
  • Mengulurkan tangan untuk menjabat tangan mereka (maksudnya memulai jabat tangan)
  • Mempersilahkan mereka duduk di depan majelis
  • Mengangkat mereka untuk membawahi sebagian kaum muslimin, dan lain sebagainya…

Berkunjung untuk mendakwahi mereka bukan termasuk muwaalah shughra, akan tetapi dianjurkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menziarahi Abu Thalib untuk mendakwahinya, dan beliau juga menjenguk anak seorang Yahudi yang sakit untuk beliau dakwahi.

Syaikh Abdullah Ibnu Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahumullah berkata saat menjelaskan perbedaan antara tawalli dengan muwalah: “Tawalli adalah kekafiran yang mengeluarkan dari millah, dan ia itu seperti membela mereka dan membantu mereka dengan harta, badan dan pendapat (dalam memerangi kaum muslimin). Dan muwalah adalah dosa besar, seperti menuangkan tinta atau merautkan pena atau berseri-seri kepada mereka seandainya dia menyodorkan cemeti untuk mereka”. (Ad Durar As Saniyyah: 8/422, lihat At Tibyan Fi Kufri Man A’anal Amrikan 98)

Bila orang kafir mengucapkan salam, maka cukup dijawab “wa’alaikum”. Mengucapkan “Assalamu’ala manit taba’il huda” kepada orang kafir dibolehkan. Menyambut uluran tangan orang kafir boleh saja, sedangkan amanah, utang, janji, dan jual beli harus ditunaikan meskipun terhadap orang kafir harbiy sekalipun.

Alhamdulillaahirabbil ‘Aalamiin

Back to posts
Tauhid

Ajari Anak Kita Shalat…

Shalat adalah ibadah yang terdiri dari kata-kata dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah sebagaimana kalian melihat saya shalat (Al Bukhari)

Apabila seseorang hendak mengerjakan shalat, maka wajib berwudhu terlebih dahulu jika ia berhadats kecil, atau bertayammum jika ia tidak memperoleh air atau sedang dalam kondisi yang tidak diizinkan memakai air. Selain itu ia juga harus terlebih dahulu membersihkan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.

Tata Cara Shalat

1. Menghadap kiblat dengan seluruh badan, tanpa berpaling dan menoleh.

2. Niat shalat yang ingin dikerjakan, dan cukup di dalam hati, tidak ada dalil yang menunjukan sunnahnya melafalkan niat, bahkan hal itu termasuk bid’ah.

3. Takbiratul ihram (takbir pembukaan) dengan mengucapkan “Allahu Akbar”, dan mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinganya ketika bertakbir.

4. Meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri di dada.

5. Membaca istiftah, yaitu :

(( اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَا يَايَ كَمَا بَا عَدْتَ بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الآَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ ))

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari segala dosa-dosaku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosa-dosaku, sebagaimana dibersihkannya kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, es dan salju.”

Atau:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Saya hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh ketulusan dan penyerahan, dan saya bukan tergolong orang-orang yang musyrik, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah kepunyaan Allah Tuhan sekalian alam, tiada sekutu baginya, dan dengan itulah akau diperintahkan, sedang saya adalah tergolong orang-orang yang berserah diri.”

Atau yang lainnya yang pernah dipakai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Membaca :

(( أَعُوْذ ُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ))

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk”.

7. Membaca Al-Fatihah :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan kepada engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 1-7).

Kemudian mengucapkan “Aamiin”, yang artinya: “ Ya Allah, kabulkanlah.”

8. Membaca salah satu surat dari Al-Qur’an (yang biasa dibaca dan dihapal), dan panjangkanlah bacaan shalat di dalam shalat Subuh

9. Ruku’ yaitu menundukkan punggung untuk mengagungkan Allah, seraya melakukan takbir ketika ruku’ dan mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

Disunnahkan menundukkan punggung serta menjadikan kepala lurus/sejajar dengan punggung, serta meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan merenggangkan jari-jari.

10. Ketika ruku’ mengucapkan :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ ))

“ Mahasuci Robbku Yang Maha Agung” (3x)

Atau :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ ))

“Mahasuci Robbku Yang Maha Agung, dan dengan memuji-Nya” (3x)

Atau :

((سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji Engkau, ya Allah ampunilah aku.”

11. Mengangkat kepala dari ruku’, seraya mengucapkan:

((سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ))

“ Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”

seraya mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

12. Setelah mengangkat kepala, mengucapkan:

(( رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ ))

“Ya Rabb kami, bagi-Mu pujian dengan sepenuh langit, sepenuh bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki.”

13. Turun untuk sujud seraya mengucapkan “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan, dan baiknya mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan ketika bersujud, terus melakukan sujud di atas anggota sujud yang tujuh, yaitu: dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kedua kaki. Renggangkan kedua tangan dari lambung/perut dan jangan meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai, serta hadapkanlah jari-jari kaki ke arah kiblat, renggangkan paha dari perut dan renggangkan paha dari betis, serta rapatkan jari-jari tangan dengan menghadapkannya ke kiblat.

14. Dalam bersujud mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi,”3x

Atau :

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَىَ وَبِحَمْدِهِ

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, dan dengan memuji-Nya”3x

Atau :

(( سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah Rabb kami dan dengan memuji Engkau, ya Allah, ampunilah aku.”

15. Mengangkat kepala dari sujud, seraya mengucapkan: “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan.

16.Duduk di antara dua sujud, caranya adalah duduk di atas telapak kaki yang kiri dan menegakkan telapak yang kanan, meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya mendekati lutut

17. Dalam duduk antara dua sujud mengucapkan:

((رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَعَافِنِيْ))

“Ya Rabbku, ampunilah aku, sayangilah aku, tunjukilah aku, limpahkanlah rezeki-Mu kepadaku, cukupkanlah kekuranganku, dan sehatkanlah aku.”

18. Kemudian sujud kedua dan melakukannya dengan khusyu’ yang ucapan dan perbuatannya seperti pada waktu sujud pertama, dan bertakbirlah ketika hendak sujud tanpa mengangkat kedua tangan.

19. Berdiri dari sujud kedua, seraya mengucapkan takbir dan mengerjakan rakaat yang kedua yang ucapan serta perbuatannya seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Hanya saja pada rakaat ini tidak membaca istiftah dan ta’awwud`.

20. Kemudian duduk setelah selesai rakaat kedua, seraya mengucapkan takbir dan duduk persis dengan duduk antara kedua sujud, ditambah dengan menggenggam jari kelingking dan jari manis, serta mengangkat jari telunjuk. Ujung ibu jari lekatkan dengan jari tengah seperti membentuk lingkaran dan letakkan tangan kiri di bagian paha yang dekat dengan lutut., atau menggenggamkan seluruh jari-jari tangan kanannya kecuali telunjuk yang diisyaratkan dari awal.

21. Dalam duduk ini membaca tasyahhud, yaitu:

((التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ . السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَدِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا وَرَسُولُ اللهِ . اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ))

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat yang penuh kebaikan hanya milik Allah. Selamat sejahtera kepadamu, wahai Nabi, rahmat Allah dan berkah-Nya. Selamat sejahtera kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah dan rasul Allah. Ya Allah, berikanlah salam sejahtera kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Sebagaimana engkau memberikan salam sejahtera kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Sesungguhnya Engkau Terpuji lagi Mahaagung. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau terpuji dan Maha Agung. Aku berlindung kepada Allah dari siksa Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”

Atau :

….اَلتَّحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ

“Segala penghormatan hanya milik Allah, shalawat dan sanjungan yang baik…” (bacaan selanjutnya sama dengan di atas)

Dan setelah itu boleh berdoa dengan doa yang dia kehendaki.

22. Salam ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan:

((السَلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

23. Apabila shalat itu tiga rakaat atau empat rakaat, maka pada raka’at kedua itu berhenti sampai batas tahiyat awal, yaitu:

(( أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ))

24. Kemudian bangkit dengan mengucapkan takbir, serta mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

25. Meneruskan shalat seperti pada rakaat kedua, hanya saja dalam rakaat ketiga ini cukup membaca Al-Fatihah.

26. Duduk tawarruk, yakni menegakkan telapak kaki kanan serta mengeluarkan telapak kaki kiri dari bawah betis kanan, mendudukkan pinggul di lantai dan meletakkan kedua tangan di atas paha, seperti cara meletakkan tangan pada tahiyat awal.

27. Dalam posisi duduk ini membaca tahiyyat, shalawat, dan doa seluruhnya.

28. Kemudian salam ke kanan dan ke kiri, seraya mengucapkan:

(( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

Ini adalah tata cara shalat yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun dalam beberapa masalah yang bukan termasuk yang wajib dan rukun ada sedikit perbedaan di antara para ulama, mudah-mudahan kita bisa mempraktekannya.

(Abu Sulaiman Aman Abdurrahman)