Insane
TASQUDS
Islamic Mobile Site
Blog

Syarakh Kutipan Berharga

www.millah-ibrahim.com

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar As Saniyyah: “Siapa yang mengamalkan tauhid dan berlepas diri dari syirik dan para pelakunya, maka dia itu muslim kapan saja dan di mana saja dia berada. Yang kami kafirkan hanyalah:

- Orang yang menyekutukan Allah dalam uluhiyyah-Nya setelah kami menjelaskan kepadanya hujjah tentang bathilnya syirik.

- Begitu juga kami mengkafirkan orang yang memperindah syirik itu di hadapan manusia.

- Atau orang yang menegakkan syubhat-syubhat yang bathil untuk membolehkannya.

- Dan demikian pula orang-orang yang melindungi tempat-tempat kemusyrikan tersebut semuanya dan memerangi orang yang mengingkari tempat-tempat itu dan yang berupaya menghancurkannya.”

Perkataan Syaikh Muhammad ini dikutip pula oleh Syaikh ‘Abdul Lathif ibnu ‘Abdirrahman ibnu Hasan rahimahumullah dalam Mishbah Adh Dhallam fie Man Kadzaba ‘ala Asy Syaikh Al Imam hal 104.

Kalimat Mutiara yang beliau lontarkan ini mengandung dua isi:

- Siapa muslim itu?

- Siapa orang musyrik yang beliau kafirkan?

Siapakah Orang Muslim ?

Syaikh mengatakan: “Yang mengamalkan Tauhid dan berlepas diri dari syirik dan para pelakunya”. Definisi ini berdasarkan pada Al Kitab, As Sunnah dan ijma para ulama serta penjelasan ulama sebelum beliau.

Dalil-dalil dari Al Kitab:

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا

“Siapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah berpegang kepada buhul tali yang sangat kokoh”. (QS. Al Baqarah [2]: 256)

Buhul tali yang sangat kokoh adalah Al Islam atau Laa ilaaha illallaah.

Mengamalkan tauhid adalah makna beriman kepada Allah, sedangkan berlepas diri dari syirik dan para pelakunya adalah makna kufur kepada thaghut. Semua ini adalah makna Laa ilaaha illallaah.

Saya telah menjelaskan makna kufur kepada thaghut, makna iman kepada Allah serta makna thaghut tersebut dalam risalah yang lalu, silahkan rujuk kembali.

Orang yang mengaku beriman kepada Allah dan ia shalat, zakat serta melakukan amal shalih lainnya, namun dia belum menanggalkan seluruh bentuk syirik akbar, seperti tumbal, sesajen, minta-minta kepada orang yang telah meninggal, ikut dalam sistem demokrasi, menjadi pelaksana hukum buatan manusia (mis. Pancasila), atau mendukung nasionalisme, maka dia belum kufur kepada thaghut, berarti dia bukan orang Islam.

Apalah artinya amal ibadah kalau pelakunya tidak kufur kepada thaghut, bahkan tidak mengetahui siapakah thaghut dan justeru menjadi pelindung thaghut. Maka apa gerangan dengan ‘status’ thaghut itu sendiri yang melekat pada diri banyak manusia.

Dalam ayat di atas Allah mendahulukan kufur kepada thaghut atas iman kepada Allah, supaya tidak ada orang yang mengatakan “Kami beriman kepada Allah, jadi kami adalah mukmin” padahal dia belum kufur kepada thaghut.

Allah berfirman tentang inti dakwah para Rasul:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul. (Mereka menyatakan): “Beribadahlah kepada Allah dan jauhilah thaghut”.(QS. An Nahl [16]: 36)

Ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala artinya mengamalkan tauhid, sedangkan menjauhi thaghut artinya berlepas diri dari syirik dan para pelakunya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang isi tugas semua Rasul:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidaklah mengutus sebelummu seorang Rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya: ”Sesungguhnya tidak ada ilaah yang berhak diibadati kecuali Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku” (QS. Al Anbiya [21]: 25)

Laa ilaaha illallaah terdiri dari dua makna. Laa ilaaha artinya berlepas diri dari syirik dan para pelakunya, illallaah artinya mengamalkan Tauhid.

Jadi sekedar beribadah kepada Allah sedangkan dia tidak bara’ (berlepas diri) dari syirik dan para pelakunya, maka (pada hakikatnya,ed) dia bukan muslim, meskipun mengaku Islam dan rajin beribadah, seperti halnya para ‘ubbadul qubur, kaum Demokrat, para Nasonalis, Pancasilais, dan para aparat keamanan negara bersistem thaghut demokrasi dll…

Dalil-dalil dari hadits Rasulullah shalallaahu‘alaihi wa sallam:

Beliau bersabda dalam hadits riwayat Imam Muslim lewat jalur Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu: “Siapa yang mengatakan laa ilaaha illallaah dan dia kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Dalam penjelasan di atas sudah dijelaskan bahwa laa ilaaha artinya kufur kepada thaghut (berlepas diri dari syirik dan pelakunya), sedangkan illallaah adalah mengamalkan tauhid (ibadah hanya kepada Allah), namun dalam hadits ini Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam ingin menguatkan pentingnya kufur kepada thaghut dengan perkataannya: “dan dia kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah”. Bila dua hal itu terealisasi maka seseorang baru bisa disebut sebagai muslim yang haram darah dan hartanya, namun bila tidak terealisasi salah satunya, maka yang siap adalah ‘pedang’ tauhid.

Sebagian imam-imam dakwah ini berkata: [“Di antara sikap yang mengharuskan pelakunya dikafirkan adalah sikap tidak mengkafirkan para pelaku syirik atau ragu prihal kekafiran mereka. Sesungguhnya hal itu termasuk penggugur dan pembatal keislaman. Maka siapa yang memiliki sifat ini berarti dia telah kafir, halal darah dan hartanya, serta wajib diperangi sampai mau mengkafirkan para pelaku syirik. Dan dalil atas hal itu adalah sabda Rasulullah shalallahu‘alaihi wa sallam : “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan ia kafir kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya”. Beliau menggantungkan keterjagaan harta dan darah atas dua hal. Hal pertama, pengucapan Laa ilaaha illallaah. Dan kedua, kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah. Sehingga tidak terjaga darah dan harta seorang hamba sehingga dia mendatangkan dua hal ini. Pertama : Ucapannya Laa Ilaaha Illallaah, dan yang dimaksud adalah maknanya bukan sekedar lafadhnya, sedangkan maknanya adalah mentauhidkan Allah dengan semua macam ibadah. Hal Kedua : Kufur kepada segala yang diibadati selain Allah, sedangkan yang dimaksud adalah mengkafirkan para pelaku syirik dan bara’ dari mereka dan dari apa yang mereka ibadati bersama Allah.

Maka siapa yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik dari kalangan negara Turki dan ‘Ubbadul Qubur seperti penduduk Makkah dan yang lainnya yang beribadah kepada orang-orang shaleh, dia berpaling dari tauhidullah kepada syirik dan dia merubah sunnah Rasulullah shalallahu‘alaihi wa sallam dengan bid’ah, maka dia kafir seperti mereka meskipun membenci ajaran mereka, tidak menyukai mereka dan mencintai Islam dan kaum muslimin, karena orang yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik adalah tidak membenarkan Al Qur’an, sebab Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhinya dan memeranginya. (Ad Durar As Saniyyah : 9/291)]

Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilaah yang berhak diibadati selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mereka mendirikan shalat dan memunaikan zakat kemudian bila mereka melakukan hal itu, maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka dari aku, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka adalah atas Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa ”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dan masih banyak hadits-hadits lain yang semakna…

Dalil dari ijma para ulama:

Syaikh ‘Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata: “Para ulama telah ijma, baik salaf maupun khalaf dari kalangan para sahabat, tabi’in, para imam dan seluruh Ahlus Sunnah bahwa seseorang tidak menjadi muslim kecuali dengan cara membersihkan diri dari syirik akbar, bara’ darinya dan dari pelakunya, membencinya dan memusuhinya sesuai dengan kemampuan dan kekuatan serta memurnikan amalan seluruhnya kepada Allah”. (Ad Durar: 11/545)

Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah rahimahullah berkata dalam Taisir Al ‘Aziz Al Hamid: “Dan sekedar mengucapkannya (Laa ilaaha illallaah) tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan tuntunannya berupa berkomitmen dengan tauhid, berlepas diri dari syirik, serta kufur kepada thaghut, maka sesungguhnya hal itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma”.

Al Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Setiap orang yang meyakini dengan hatinya dengan keyakinan yang pasti dan mengucapkan dengan lisannya Laa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan Rasulullah dan dia berlepas diri dari setiap dien selain dien Muhammad shallallaahu‘alaihi wa sallam, maka dia itu muslim lagi mukmin, tidak ada atasnya selain itu”.(Al Fashl: 4/35, lihat Juz Ashli Dienil Islam)

Para hakim, jaksa, pengacara, aparat keamanan thaghut, Pemuda Pancasila, para penegak hukum buatan, maka mereka tidaklah berlepas diri dari selain dien Muhammad shallallaahu‘alaihi wa sallam, karena hukum adalah dien.

Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ

Tidaklah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang (dien) raja”. (QS. Yusuf [12]: 76)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Islam adalah mentauhidkan Allah, beribadah kepada-Nya saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, iman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengikuti beliau dalam apa yang beliau bawa. Bila seorang hamba tidak membawa hal ini, maka dia bukan muslim, bila dia bukan kafir mu’anid, maka dia adalah kafir yang jahil. Status thabaqah orang-orang semacam ini adalah orang-orang kafir yang jahil dan tidak mu’anid (membangkang), sedangkan ketidakmembangkangan mereka tidaklah mengeluarkan status mereka sebagai orang-orang kafir”. (Thariq Al Hijratain, Thabaqah yang ke-17).

Orang yang berbuat syirik, artinya dia tidak mentauhidkan Allah, maka dia bukan muslim. Contoh: Orang yang membuat tumbal atau sesajen bukanlah orang muslim. Begitu pula seorang pengacara, karena dia juga ikut andil dalam proses sidang untuk menghasilkan putusan perkara dengan selain hukum Allah, yaitu dengan hukum thaghut, maka pada hakikatnya dia bukanlah muslim.

Status orang yang berbuat syirik bukanlah muslim, namun minimal statusnya adalah musyrik bila belum tegak hujjah risaliyyah baginya. Bila hujjah risaliyyah telah tegak, maka dia adalah musyrik kafir, sedangkan bila sebelum berbuat syirik statusnya adalah muwahhid, maka dia musyrik kafir murtad.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Dalam Islam itu harusla ada istislam (penyerahan diri) kepada Allah saja dan meninggalkan istislam kepada selain-Nya. Inilah hakikat ucapan kita: Laa ilaaha illallaah; siapa yang berserah diri kepada Allah dan kepada yang lainnya, maka dia musyrik, sedangkan Allah tidak mengampuni penyekutuan terhadap-Nya. Dan siapa yang tidak istislam kepada Allah, maka dia itu adalah orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Nya, sedangkan Allah mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari ibadah kepada-Ku, mereka akan masuk Jahannam dalam keadaan hina”. (Al Qaul Al Fashl An Nafis: 160)

Syaikh ‘Abdul Lathif Ibnu ‘Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata: “Islam adalah komitmen dengan tauhid, bara’ dari syirik, bersaksi akan kerasulan beliau shallallaahu‘alaihi wa sallam serta mendatangkan rukun lainnya yang empat.” (Mishbah Adh Dhalam: 328)

Inilah penjelasan dari ungkapan Syaikh Muhammad ibnu ‘Abdil Wahhabrahimahullah tentang siapakah orang muslim.

Sebelum menginjak pada bahasan selanjutnya ada pertanyaan-pertanyaan yang ingin saya lontarkan:

- Apakah orang yang meminta-minta kepada orang yang sudah mati itu bara’ dari syirik ?

- Apakah orang yang membuat tumbal itu bara’ dari syirik?

- Apakah orang yang membuat sesajen itu bara’ dari syirik?

- Apakah para pendukung demokrasi itu bara’ dari syirik?

- Apakah para pelaksana hukum buatan itu bara’ dari thaghut?

- Apakah para pelindung system syirik itu bara’ dari thaghut?

- Apakah para pendukung falsafah syirik itu kufur kepada thaghut?

- Apakah orang yang berjanji (bersumpah) untuk setia kepada sistem, falsafah dan Negara kafir itu kafir kepada thaghut?

- Apakah orang yang mengajarkan materi falsafah syirik itu kufur kepada thaghut?

- Apakah siswa/mahasiswa yang mengiyakan atau memuji falsafah syirik dalam lembaran ujian supaya mendapat nilai cukup untuk lulus dalam mata pelajaran falsafah syirik itu kufur kepada thaghut

Silahkan Anda jawab sendiri…

Orang Yang Dikafirkan Karena Syirik Akbar

Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah bahwa:

Orang pertama yang masuk dalam status tersebut adalah: “Orang yang menyekutukan Allah dalam uluhiyyah-Nya setelah kami jelaskan kepadanya hujjah tentang bathilnya syirik”.

Telah saya paparkan dalam risalah sebelumnya (Takfir Pelaku Syirik Akbar) dalil-dalil dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma juga perkataan para ulama tentang keharusan mengkafirkan pelaku syirik akbar, silahkan rujuk kembali.

Tentang pengkafiran setelah tegaknya hujjah risaliyyah, sudah saya kupas pula dalam risalah “Siapakah Orang Musyrik Itu”. Intinya adalah bila hujjah risaliyyah belum tegak karena ada alasan fatrah umpanya, maka pelaku syirik akbar tidaklah dikafirkan, namun statusnya adalah musyrik, bukan muslim.

Adapun penegakkan hujjah itu bukanlah berarti dia harus diberi penjelasan satu per satu, namun bentuk penegakan dan tegaknya hujjah adalah bermacam-macam, silahkan rujuk risalah Haqiqatut Tauhid karya Syaikh Ali Al Khudlair dan risalah yang telah saya susun, yaitu Faman Yakfur Biththaghut.

Orang ke dua adalah: “Orang yang menghiasi syirik di hadapan manusia”.

Orang macam ini adalah thaghut, karena dengan penghiasannya itu, berarti dia menyesatkan orang lain dengan mengajaknya pada kemusyrikan, seperti:

  • Orang yang mengatakan bahwa meminta-minta kepada para wali yang sudah mati itu adalah bentuk pengagungan terhadap mereka.
  • Orang yang mengatakan bahwa Pancasila itu adalah hebat, karena bisa melindungi semua agama.
  • Para jurkam partai-partai yang masuk dalam sistem demokrasi.
  • Orang yang mengatakan bahwa masuk menjadi anggota dewan legislatif itu adalah bagian dari jihad, dll.

Orang yang ke tiga adalah: “Orang yang menegakkan syubhat-syubhat yang bathil dalam rangka membolehkannya”.

Golongan ini adalah thaghut juga, karena dengan perbuatannya itu dia mengajak orang-orang untuk berbuat syirik, seperti: orang yang membolehkan meminta kepada yang sudah mati dengan dalil-dalil yang samar atau dengan hadits palsu, seperti ungkapan sebagian mereka yang menisbatkan kepada Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam secara dusta: “Bila kalian mengalami kesulitan, maka cepatlah minta tolong kepada yang sudah dikubur.”

Juga seperti sabda Rasulullah yang disalahartikan dengan: “Siapa yang meminta wasilah (perantara) kepadaku, maka dia pasti mendapat syafa’atku di hari Kiamat.” Padahal yang benar adalah: “Siapa yang memintakan wasilah untukku (kepada Allah), maka dia pasti mendapatkan syafa’atku pada hari Kiamat” (HR.Muslim)

Begitu pula jika seseorang membolehkan syirik demokrasi dengan alasan syura dan syubhat-syubhat lainnya. Orang-orang yang masuk dalam system demokrasi memiliki tujuan perbaikan dalam hal-hal parsial, namun mereka melupakan tujuan yang pokok, yaitu Tauhid.

Orang yang ke empat adalah: “Orang-orang yang melindungi tempat-tempat kemusyrikan ini semuanya dan memerangi orang yang mengingkarinya dan berupaya memusnahkannya”, seperti:

  • Para juru kunci kuburan-kuburan yang dikeramatkan –yang memfasilitasi ritual kemusyrikan, ed.- dan laskar-laskar yang membelanya.
  • Para penguasa thaghut yang melindungi falsafah dan sistem syirik dengan undang-undang mereka yang siap menjerat setiap muwahhid yang merongrongnya.
  • Mereka juga membuat peraturan-peraturan dalam rangka melestarikan tempat-tempat syirik dan budaya syirik, dengan dalih untuk menarik para wisatawan.
  • Para aparat keamanan yang siap melindungi falasafah, sistem, dan Negara serta undang-undang kafir. Sesungguhnya mereka adalah wali-wali syaithan, sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

  • “…dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut. Maka perangilah wali-wali syaithan itu, Sesungguhnya tipu daya syaithan itu amatlah lemah.” (An Nisa: 76)

Ikhwan Muwahhidindemikianlah yang dapat saya jelaskan, mudah-mudahan kita bisa mengamalkannya. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita, keluarga dan para sahabatnya. Wa aakhiru da’waanaa anil hamdulillahi rabbil ‘aalamiin. (Jum’at, 16 Rabi’ Al Awwal 1425 H/ 07.05.04 M)

Back to posts
Tauhid

Ajari Anak Kita Shalat…

Shalat adalah ibadah yang terdiri dari kata-kata dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah sebagaimana kalian melihat saya shalat (Al Bukhari)

Apabila seseorang hendak mengerjakan shalat, maka wajib berwudhu terlebih dahulu jika ia berhadats kecil, atau bertayammum jika ia tidak memperoleh air atau sedang dalam kondisi yang tidak diizinkan memakai air. Selain itu ia juga harus terlebih dahulu membersihkan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.

Tata Cara Shalat

1. Menghadap kiblat dengan seluruh badan, tanpa berpaling dan menoleh.

2. Niat shalat yang ingin dikerjakan, dan cukup di dalam hati, tidak ada dalil yang menunjukan sunnahnya melafalkan niat, bahkan hal itu termasuk bid’ah.

3. Takbiratul ihram (takbir pembukaan) dengan mengucapkan “Allahu Akbar”, dan mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinganya ketika bertakbir.

4. Meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri di dada.

5. Membaca istiftah, yaitu :

(( اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَا يَايَ كَمَا بَا عَدْتَ بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الآَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ ))

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari segala dosa-dosaku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosa-dosaku, sebagaimana dibersihkannya kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, es dan salju.”

Atau:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Saya hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh ketulusan dan penyerahan, dan saya bukan tergolong orang-orang yang musyrik, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah kepunyaan Allah Tuhan sekalian alam, tiada sekutu baginya, dan dengan itulah akau diperintahkan, sedang saya adalah tergolong orang-orang yang berserah diri.”

Atau yang lainnya yang pernah dipakai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Membaca :

(( أَعُوْذ ُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ))

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk”.

7. Membaca Al-Fatihah :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan kepada engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 1-7).

Kemudian mengucapkan “Aamiin”, yang artinya: “ Ya Allah, kabulkanlah.”

8. Membaca salah satu surat dari Al-Qur’an (yang biasa dibaca dan dihapal), dan panjangkanlah bacaan shalat di dalam shalat Subuh

9. Ruku’ yaitu menundukkan punggung untuk mengagungkan Allah, seraya melakukan takbir ketika ruku’ dan mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

Disunnahkan menundukkan punggung serta menjadikan kepala lurus/sejajar dengan punggung, serta meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan merenggangkan jari-jari.

10. Ketika ruku’ mengucapkan :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ ))

“ Mahasuci Robbku Yang Maha Agung” (3x)

Atau :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ ))

“Mahasuci Robbku Yang Maha Agung, dan dengan memuji-Nya” (3x)

Atau :

((سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji Engkau, ya Allah ampunilah aku.”

11. Mengangkat kepala dari ruku’, seraya mengucapkan:

((سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ))

“ Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”

seraya mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

12. Setelah mengangkat kepala, mengucapkan:

(( رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ ))

“Ya Rabb kami, bagi-Mu pujian dengan sepenuh langit, sepenuh bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki.”

13. Turun untuk sujud seraya mengucapkan “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan, dan baiknya mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan ketika bersujud, terus melakukan sujud di atas anggota sujud yang tujuh, yaitu: dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kedua kaki. Renggangkan kedua tangan dari lambung/perut dan jangan meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai, serta hadapkanlah jari-jari kaki ke arah kiblat, renggangkan paha dari perut dan renggangkan paha dari betis, serta rapatkan jari-jari tangan dengan menghadapkannya ke kiblat.

14. Dalam bersujud mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi,”3x

Atau :

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَىَ وَبِحَمْدِهِ

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, dan dengan memuji-Nya”3x

Atau :

(( سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah Rabb kami dan dengan memuji Engkau, ya Allah, ampunilah aku.”

15. Mengangkat kepala dari sujud, seraya mengucapkan: “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan.

16.Duduk di antara dua sujud, caranya adalah duduk di atas telapak kaki yang kiri dan menegakkan telapak yang kanan, meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya mendekati lutut

17. Dalam duduk antara dua sujud mengucapkan:

((رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَعَافِنِيْ))

“Ya Rabbku, ampunilah aku, sayangilah aku, tunjukilah aku, limpahkanlah rezeki-Mu kepadaku, cukupkanlah kekuranganku, dan sehatkanlah aku.”

18. Kemudian sujud kedua dan melakukannya dengan khusyu’ yang ucapan dan perbuatannya seperti pada waktu sujud pertama, dan bertakbirlah ketika hendak sujud tanpa mengangkat kedua tangan.

19. Berdiri dari sujud kedua, seraya mengucapkan takbir dan mengerjakan rakaat yang kedua yang ucapan serta perbuatannya seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Hanya saja pada rakaat ini tidak membaca istiftah dan ta’awwud`.

20. Kemudian duduk setelah selesai rakaat kedua, seraya mengucapkan takbir dan duduk persis dengan duduk antara kedua sujud, ditambah dengan menggenggam jari kelingking dan jari manis, serta mengangkat jari telunjuk. Ujung ibu jari lekatkan dengan jari tengah seperti membentuk lingkaran dan letakkan tangan kiri di bagian paha yang dekat dengan lutut., atau menggenggamkan seluruh jari-jari tangan kanannya kecuali telunjuk yang diisyaratkan dari awal.

21. Dalam duduk ini membaca tasyahhud, yaitu:

((التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ . السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَدِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا وَرَسُولُ اللهِ . اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ))

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat yang penuh kebaikan hanya milik Allah. Selamat sejahtera kepadamu, wahai Nabi, rahmat Allah dan berkah-Nya. Selamat sejahtera kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah dan rasul Allah. Ya Allah, berikanlah salam sejahtera kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Sebagaimana engkau memberikan salam sejahtera kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Sesungguhnya Engkau Terpuji lagi Mahaagung. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau terpuji dan Maha Agung. Aku berlindung kepada Allah dari siksa Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”

Atau :

….اَلتَّحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ

“Segala penghormatan hanya milik Allah, shalawat dan sanjungan yang baik…” (bacaan selanjutnya sama dengan di atas)

Dan setelah itu boleh berdoa dengan doa yang dia kehendaki.

22. Salam ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan:

((السَلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

23. Apabila shalat itu tiga rakaat atau empat rakaat, maka pada raka’at kedua itu berhenti sampai batas tahiyat awal, yaitu:

(( أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ))

24. Kemudian bangkit dengan mengucapkan takbir, serta mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

25. Meneruskan shalat seperti pada rakaat kedua, hanya saja dalam rakaat ketiga ini cukup membaca Al-Fatihah.

26. Duduk tawarruk, yakni menegakkan telapak kaki kanan serta mengeluarkan telapak kaki kiri dari bawah betis kanan, mendudukkan pinggul di lantai dan meletakkan kedua tangan di atas paha, seperti cara meletakkan tangan pada tahiyat awal.

27. Dalam posisi duduk ini membaca tahiyyat, shalawat, dan doa seluruhnya.

28. Kemudian salam ke kanan dan ke kiri, seraya mengucapkan:

(( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

Ini adalah tata cara shalat yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun dalam beberapa masalah yang bukan termasuk yang wajib dan rukun ada sedikit perbedaan di antara para ulama, mudah-mudahan kita bisa mempraktekannya.

(Abu Sulaiman Aman Abdurrahman)