Insane
TASQUDS
Islamic Mobile Site
Blog

Hukum Bertanya Tentang Daging yang Dibeli di Pasar

source : almaqdisy.wordpress.com

Apa hukum orang yang bertanya tentang daging yang diperoleh dari pasar Halab dan Damaskus yang didiami oleh ahlus sunnah, tetapi banyak tersebar kemurtadan. Apakah kita menahan diri dari makan daging sampai kita mengetahui secara yakin orang yang menyembelih atau dibangun di atas dasar bahwa ini termasuk negeri Islam dan bukan wilayah kekuasaan Islam yaitu banyak kaum muslimin yang mendiaminya? Apa pendapat Anda?

Bagaimana pendapat para ulama yang disertai dalil-dalil?

Berdasarkan apa yang saya dengar dari Syaikh Sulaiman Al-’Ulwan ketika ditanya tentang masalah ini, beliau menjawab: Ini bukan termasuk masalah din, wallahu a’lam.

Berilah kami fatwa dengan menjelaskan dalil-dalilnya.

Penanya: Koresponden Al-Mimbar

Jawab:

Segala puji bagi Allah, Robb seluruh alam. Sholawat dan salam semoga tercurah pada nabi yang mulia, keluarga, dan seluruh sahabatnya.

Ketika kaum muslimin adalah mayoritas penduduk suatu negeri dan orang-orang kafir minoritas, maka dihukumi negeri ini dengan keislamannya dan dimakan sembelihannya tanpa bertanya siapa yang menyembelih karena minoritas tidak ada hukum baginya. Karena sembelihan syar’i berdasarkan mayoritas, maka boleh memakan sembelihan tanpa bertanya, berdasarkan hukum asal.

Dalil tentang masalah itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dalam shohihnya:

Bahwa suatu kaum datang kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam lalu mereka berkata: Sesungguhnya suatu kaum datang kepada kami dengan membawa daging yang kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah ketika menyembelihnya atau tidak? Maka beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَمُوا اللهَ عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوْا

Sebutlah nama Allah atasnya dan makanlah kalian!

Para ulama berkata: Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa perbuatan dibawa pada keadaan sah sampai ada dalil akan fasadnya (kerusakannya).

Adapun ketika penyandaran pada orang-orang kafir itu besar nilainya, mendekati 1/3 atau kurang lebih maka menjadi negeri yang terkumpul antara kaum muslimin dan orang-orang kafir. Ketika itu harus mengambil kehati-hatian yang menjamin seorang muslim tidak makan dari sembelihan orang-orang kafir.

Jika mayoritas di suatu negeri adalah tidak ada sembelihan syar’i atau mencapai jumlah yang menuntut keraguan akan kesahannya maka wajib menahan diri dari memakan sampai bisa dipastikan adanya sembelihan syar’i dan terpenuhi syarat-syaratnya.

Para ulama bersepakat bahwa daging tidak halal kecuali dengan disembelih. Apabila terdapat keraguan akan syar’i tidaknya penyembelihan maka daging tetap pada hukum asal haram sampai diyakini kehalalannya. Seperti binatang buruan yang diragukan sebab kematiannya maka haram memakannya sebelum dipastikan penyembelihannya, berdasarkan hadits ‘Adi bin Hatim rodhiallahu ‘anhu, berkata: Aku bertanya kepada Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam: … Aku melepas anjingku, lalu aku dapati ada anjing lain bersamanya. Beliau bersabda: Janganlah engkau makan karena engkau hanya mengucapkan basmalah ketika melepas anjingmu dan engkau tidak mengucapkan basmalah pada anjing yang lain. (HR. Bukhori)

Ibnul Qoyyim berkata: Ketika hukum asal dalam sembelihan adalah haram dan dia ragu apakah didapati syarat yang menghalalkannya atau tidak maka binatang buruan itu tetap pada hukum asalnya yaitu haram. (I’lamul Muwaqqi’in 1/340)

Ibnu Qudamah berkata: Jika tercampur saudara perempuannya dengan perempuan ajnabiyah (asing/bukan mahrom) atau bangkai dengan sembelihan, maka kami haramkan bangkai dengan sebab kematiannya dan yang lain dengan sebab kesamarannya. Kaum berkata: Hewan sembelihan adalah halal, tetapi wajib menahan diri darinya. (Roudhotun Nazhir)

Ibnu Qudamah berkata juga: Kehalalan itu terhenti di atas syarat sembelihan orang yang layak menyembelih atau hewan buruannya yang tercapai sembelihan dengannya. (Al-Mughni 21/305)

Karena ini kami mengatakan: Apabila negeri itu tercampur di dalamnya kaum muslimin dan orang-orang kafir, kaum muslimin tidak sampai mayoritas maka selayaknya bagi seorang muslim untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menyembelih di negeri itu. Jika mayoritas mereka adalah kaum muslimin maka dimakan dagingnya tanpa bertanya. Jika mayoritas mereka adalah orang-orang kafir maka menahan diri dari memakan darinya karena pengambilan dasar hukum berdasarkan mayoritas, minoritas tidak ada hukum baginya sebagaimana telah kami jelaskan.

Memungkinkan juga untuk disandarkan pada pembagian negeri dimana dibedakan daerah dan suku yang ditinggali oleh kaum muslimin, lalu dia membeli daging darinya, bukan yang lain.

Wallahu a’lam.

Segala puji bagi Allah, Robb seluruh alam.

Dijawab oleh anggota Al-Lajnah Asy-Syar’iyah:

Syaikh Abul Mundzir Asy-Syinqithi hafizhohullah

 

Diterjemahkan oleh: Abu Hamzah hafizhohullah

Kamis, 17 Rojab 1433 H

Back to posts
Tauhid

Ajari Anak Kita Shalat…

Shalat adalah ibadah yang terdiri dari kata-kata dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah sebagaimana kalian melihat saya shalat (Al Bukhari)

Apabila seseorang hendak mengerjakan shalat, maka wajib berwudhu terlebih dahulu jika ia berhadats kecil, atau bertayammum jika ia tidak memperoleh air atau sedang dalam kondisi yang tidak diizinkan memakai air. Selain itu ia juga harus terlebih dahulu membersihkan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.

Tata Cara Shalat

1. Menghadap kiblat dengan seluruh badan, tanpa berpaling dan menoleh.

2. Niat shalat yang ingin dikerjakan, dan cukup di dalam hati, tidak ada dalil yang menunjukan sunnahnya melafalkan niat, bahkan hal itu termasuk bid’ah.

3. Takbiratul ihram (takbir pembukaan) dengan mengucapkan “Allahu Akbar”, dan mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinganya ketika bertakbir.

4. Meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri di dada.

5. Membaca istiftah, yaitu :

(( اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَا يَايَ كَمَا بَا عَدْتَ بَيْنَ اْلمَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الآَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَاياَيَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ ))

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari segala dosa-dosaku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosa-dosaku, sebagaimana dibersihkannya kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, es dan salju.”

Atau:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Saya hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh ketulusan dan penyerahan, dan saya bukan tergolong orang-orang yang musyrik, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah kepunyaan Allah Tuhan sekalian alam, tiada sekutu baginya, dan dengan itulah akau diperintahkan, sedang saya adalah tergolong orang-orang yang berserah diri.”

Atau yang lainnya yang pernah dipakai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Membaca :

(( أَعُوْذ ُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ))

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk”.

7. Membaca Al-Fatihah :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan kepada engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 1-7).

Kemudian mengucapkan “Aamiin”, yang artinya: “ Ya Allah, kabulkanlah.”

8. Membaca salah satu surat dari Al-Qur’an (yang biasa dibaca dan dihapal), dan panjangkanlah bacaan shalat di dalam shalat Subuh

9. Ruku’ yaitu menundukkan punggung untuk mengagungkan Allah, seraya melakukan takbir ketika ruku’ dan mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

Disunnahkan menundukkan punggung serta menjadikan kepala lurus/sejajar dengan punggung, serta meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan merenggangkan jari-jari.

10. Ketika ruku’ mengucapkan :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ ))

“ Mahasuci Robbku Yang Maha Agung” (3x)

Atau :

(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ ))

“Mahasuci Robbku Yang Maha Agung, dan dengan memuji-Nya” (3x)

Atau :

((سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji Engkau, ya Allah ampunilah aku.”

11. Mengangkat kepala dari ruku’, seraya mengucapkan:

((سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ))

“ Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”

seraya mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

12. Setelah mengangkat kepala, mengucapkan:

(( رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ ))

“Ya Rabb kami, bagi-Mu pujian dengan sepenuh langit, sepenuh bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki.”

13. Turun untuk sujud seraya mengucapkan “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan, dan baiknya mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan ketika bersujud, terus melakukan sujud di atas anggota sujud yang tujuh, yaitu: dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kedua kaki. Renggangkan kedua tangan dari lambung/perut dan jangan meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai, serta hadapkanlah jari-jari kaki ke arah kiblat, renggangkan paha dari perut dan renggangkan paha dari betis, serta rapatkan jari-jari tangan dengan menghadapkannya ke kiblat.

14. Dalam bersujud mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi,”3x

Atau :

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَىَ وَبِحَمْدِهِ

“Maha suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, dan dengan memuji-Nya”3x

Atau :

(( سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ))

“Mahasuci Engkau, ya Allah Rabb kami dan dengan memuji Engkau, ya Allah, ampunilah aku.”

15. Mengangkat kepala dari sujud, seraya mengucapkan: “Allahu Akbar” tanpa mengangkat kedua tangan.

16.Duduk di antara dua sujud, caranya adalah duduk di atas telapak kaki yang kiri dan menegakkan telapak yang kanan, meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya mendekati lutut

17. Dalam duduk antara dua sujud mengucapkan:

((رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَعَافِنِيْ))

“Ya Rabbku, ampunilah aku, sayangilah aku, tunjukilah aku, limpahkanlah rezeki-Mu kepadaku, cukupkanlah kekuranganku, dan sehatkanlah aku.”

18. Kemudian sujud kedua dan melakukannya dengan khusyu’ yang ucapan dan perbuatannya seperti pada waktu sujud pertama, dan bertakbirlah ketika hendak sujud tanpa mengangkat kedua tangan.

19. Berdiri dari sujud kedua, seraya mengucapkan takbir dan mengerjakan rakaat yang kedua yang ucapan serta perbuatannya seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Hanya saja pada rakaat ini tidak membaca istiftah dan ta’awwud`.

20. Kemudian duduk setelah selesai rakaat kedua, seraya mengucapkan takbir dan duduk persis dengan duduk antara kedua sujud, ditambah dengan menggenggam jari kelingking dan jari manis, serta mengangkat jari telunjuk. Ujung ibu jari lekatkan dengan jari tengah seperti membentuk lingkaran dan letakkan tangan kiri di bagian paha yang dekat dengan lutut., atau menggenggamkan seluruh jari-jari tangan kanannya kecuali telunjuk yang diisyaratkan dari awal.

21. Dalam duduk ini membaca tasyahhud, yaitu:

((التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ . السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَدِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا وَرَسُولُ اللهِ . اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ))

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat yang penuh kebaikan hanya milik Allah. Selamat sejahtera kepadamu, wahai Nabi, rahmat Allah dan berkah-Nya. Selamat sejahtera kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah dan rasul Allah. Ya Allah, berikanlah salam sejahtera kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Sebagaimana engkau memberikan salam sejahtera kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Sesungguhnya Engkau Terpuji lagi Mahaagung. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau terpuji dan Maha Agung. Aku berlindung kepada Allah dari siksa Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”

Atau :

….اَلتَّحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ

“Segala penghormatan hanya milik Allah, shalawat dan sanjungan yang baik…” (bacaan selanjutnya sama dengan di atas)

Dan setelah itu boleh berdoa dengan doa yang dia kehendaki.

22. Salam ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan:

((السَلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

23. Apabila shalat itu tiga rakaat atau empat rakaat, maka pada raka’at kedua itu berhenti sampai batas tahiyat awal, yaitu:

(( أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ))

24. Kemudian bangkit dengan mengucapkan takbir, serta mengangkat kedua tangan setinggi pundak.

25. Meneruskan shalat seperti pada rakaat kedua, hanya saja dalam rakaat ketiga ini cukup membaca Al-Fatihah.

26. Duduk tawarruk, yakni menegakkan telapak kaki kanan serta mengeluarkan telapak kaki kiri dari bawah betis kanan, mendudukkan pinggul di lantai dan meletakkan kedua tangan di atas paha, seperti cara meletakkan tangan pada tahiyat awal.

27. Dalam posisi duduk ini membaca tahiyyat, shalawat, dan doa seluruhnya.

28. Kemudian salam ke kanan dan ke kiri, seraya mengucapkan:

(( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))

Ini adalah tata cara shalat yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun dalam beberapa masalah yang bukan termasuk yang wajib dan rukun ada sedikit perbedaan di antara para ulama, mudah-mudahan kita bisa mempraktekannya.

(Abu Sulaiman Aman Abdurrahman)